Beberapa spesies monyet asal Afrika seperti Sooty Mangebey (Cercocebus atys) diketahui memiliki mekanisme pertahanan alami yang mencegah mereka terinfeksi AIDS. Primata ini dilaporkan dapat terinfeksi virus SIV tanpa berkembang menjadi AIDS meski jumlah virusnya sangat banyak.
Fenoma yang biasa dikenal sebagai natural host tersebut saat ini tengah diteliti para ilmuwan untuk mempelajari pengembangan obat-obatan HIV/AIDS untuk manusia.
Fenoma yang biasa dikenal sebagai natural host tersebut saat ini tengah diteliti para ilmuwan untuk mempelajari pengembangan obat-obatan HIV/AIDS untuk manusia.
Para ilmuwan menemukan pada tubuh monyet-monyet tersebut terjadi regenerasi sel-T, tipe sel darah putih yang membuat sistem imun mampu melawan infeksi kuman atau virus.
Secara khusus diketahui monyet sooty mangabey yang terinfeksi oleh SIV (simian immunodeficiency virus) atau virus kerabat HIV pada satwa primata, mampu menjaga level CD4 dan sel-T melalui regenarasi yang pesat dari CD4 dan sel T yang polos atau belum terekspos racun dan senyawa lain yang merangsang produksi antibodi.
Secara khusus diketahui monyet sooty mangabey yang terinfeksi oleh SIV (simian immunodeficiency virus) atau virus kerabat HIV pada satwa primata, mampu menjaga level CD4 dan sel-T melalui regenarasi yang pesat dari CD4 dan sel T yang polos atau belum terekspos racun dan senyawa lain yang merangsang produksi antibodi.
Hasil riset tersebut bisa menjelaskan mengapa SIV dan HIV bisa menyebabkan AIDS pada primata lainnya, termasuk pada manusia. Dalam penelitian ini para ilmuwan dari Yerkes National Primate Research Center, Atlanta, membandingkan sooty mangabey dengan monyet rhesus yang terinfeksi SIV.
"Walaupun kedua spesies itu menunjukkan pertambahan sel CDH4 dan sel T, namun pada monyet rhesus tampak regenerasi CD4 sel T naif yang lebih lambat," kata Mirko Paiardini, salah seorang peneliti.
"Walaupun kedua spesies itu menunjukkan pertambahan sel CDH4 dan sel T, namun pada monyet rhesus tampak regenerasi CD4 sel T naif yang lebih lambat," kata Mirko Paiardini, salah seorang peneliti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar